Berita Baru

Arjuna Digital: Menjadi Generasi Muda Anti Hoax


Om Swastiastu, 

Arus globalisasi tidak dapat dihindari oleh negara manapun di dunia, termasuk negara berkembang seperti Indonesia. Tidak ada negara yang mampu menutup diri dari perkembangan yang terjadi, mau tidak mau, siap atau tidak siap, setiap negara harus mampu menghadapi tantangan dalam derasnya arus kompleksitas perubahan (inovasi) sebagai salah satu akibat canggihnya teknologi informasi dan telekomunikasi. Secara umum, globalisasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyeluruh atau mendunia dimana setiap orang tidak terikat oleh negara atau batas-batas wilayah, artinya setiap individu dapat terhubung dan saling bertukar informasi dimanapun dan kapanpun melalui media elektronik maupun cetak.

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membawa masyarakat ke arah serba digital. Era digital telah menciptakan gaya hidup baru yang tidak bisa dilepaskan dari perangkat-perangkat elektronik. Era digital adalah istilah yang digunakan dalam kemunculan digital, jaringan internet khususnya teknologi informasi komputer. Era digital juga membawa masyarakat masuk ke dalam kehidupan informasi dan perubahan yang super cepat. Untuk mengimbangi hal tersebut, maka diperlukan kesiapan masyarakat dalam beradaptasi terhadap perubahan yang super cepat. Oleh karena itu, setiap bangsa dituntut untuk memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Harus kita akui bahwa kualitas SDM bangsa Indonesia masih dalam kategori rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Rendahnya kualitas SDM disebabkan pula oleh rendahnya kemampuan masyarakat dalam mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan berbicara atau yang dikenal dengan istilah literasi.

Pengertian literasi juga dikemukakan Nasional Institute for Literacy (NIFL) yaitu:
Literasi adalah kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan keluarga dan masyarakat
Dewasa ini, kemampuan literasi menjadi sangat penting seiring maraknya informasi bohong (hoax) di internet. Berdasarkan studi “Most Littered Nation in the World” yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal tingkat literasi. Keadaan tersebut menjadi salah satu penyebab berita bohong (hoax) dapat dengan mudah menyebar di tengah masyarakat. Berita bohong (hoax) membawa banyak dampak negatif bagi siapa saja. Konten hoax biasanya berisi hal negatif, yang bersifat hasut, fitnah, serta menyulut kebencian dan kemarahan. Hoax akan menyasar emosi masyarakat dan menumbulkan opini negatif sehingga dapat menimbulkan ancaman bagi keutuhan bangsa.

Sumber : www.kaskus.co.id
Data lembaga penelitian Nielsen menyebutkan masyarakat Indonesia rata-rata setiap hari dapat menghabiskan waktu berselancar di dunia maya menggunakan komputer selama empat jam, browsing di telepon genggam selama tiga jam dan menghabiskan waktu di sosial media selama dua jam. Jika kemampuan masyarakat dalam mengakses internet tidak diimbangi dengan kemampuan literasi yang mumpuni, maka semakin banyak waktu yang dihabiskan masyarakat untuk membaca dan membagikan berita hoax melalui internet. Kepala Editor Trans Media, Titin Rosmasari bahkan mengungkapkan bahwa orang pintar dapat ikut mempercayai dan menyebar hoax karena tidak berhati-hati dan kurang teliti. Hal itu dapat disebabkan karena mereka tidak melakukan verifikasi terlebih dahulu terhadap berita yang mereka baca.

Nah, apakah kamu adalah salah satu pengguna aktif internet dan sering membaca atau menyebarkan informasi atau berita-berita yang kamu baca melalui internet? Jika iya, yuk kenali ciri-ciri berita hoax agar kamu tidak menjadi salah satu pelaku penyebar berita hoax.

Menurut Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Pusat, Wina Armada Sukardi, ada tujuh ciri-ciri berita hoax yang perlu dicermati masyarakat, yaitu:
  1. Umumnya mewartakan secara sensasional. Dalam arti, artikelnya menggugah perasaan dan emosi orang secara berlebihan.
  2. Muatannya provokatif. Biasanya dengan memakai kata “Sebarkan!” atau “Lawan!”
  3. Bisa merupakan berita lama yang dinaikkan lagi, ditulis ulang seolah peristiwanya baru terjadi.
  4. Sumber berita tidak jelas.
  5. Mengandung unsur diskriminatif yang bertujuan untuk memojokkan pihak lain, di satu sisi mengagung-agungkan pihak yang satunya.
  6. Gaya penulisannya tidak beraturan. Misalnya, kesalahan dalam penempatan huruf besar dan kecil.
  7. Informasi sudah melalui proses pengeditan. Dalam arti, ada informasi yang sudah dipotong atau ditambahkan.
Jadi, sekarang sudah tahu kan bagaimana ciri-ciri berita hoax? Jangan sampai terkecoh ya, apalagi sampai ikut menyebarkan berita atau informasi hoax.

Berbicara mengenai informasi atau berita hoax di Indonesia, pada tahun 2017 Mastel (Masyarakat Telekomunikasi Indonesia) mempublikasikan data mengenai jenis hoax yang sering tersebar di Indonesia.
Sumber : saintif.com
Dapat kita lihat dari grafik tersebut, dimana persentase tertinggi yaitu berita dengan topik sosial politik yaitu dengan presentase 91.80%, kemudian disusul dengan topik SARA dengan persentase 88.60%. Sungguh hal yang menyedihkan dimana topik SARA ada di peringkat kedua tertinggi, karena bagaimanapun Indonesia adalah negara dengan berbagai macam suku, agama, ras, dan antargolongan. Jika masyarakatnya mudah percaya dengan hoax, maka bukan tidak mungkin Indonesia menjadi mudah terpecah-belah hanya karena isu-isu atau berita-berita yang tidak jelas kebenarannya.
...

Lalu, bagaimana hoax dalam agama Hindu?

Apakah kamu masih ingat dengan ajaran Tri Kaya Parisudha? Sudah pasti kamu sudah tidak asing lagi dengan ajaran Tri Kaya Parisudha yang dibahas berulang-ulang pada kelas agama Hindu. Ajaran Tri Kaya Parisudha sangat menentang adanya hoax dan “ujaran kebencian”. Tri Kaya Parisudha terdiri dari manacika, wacika, dan kayika. Manacika artinya berfikir suci atau berfikir yang benar. Wacika artinya berkata yang benar, tidak menyinggung perasaan orang lain, ataupun tidak menghina, mencaci, dan memfitnah orang lain. Sedangkan, kayika artinya selalu berbuat dan bertingkah laku yang benar. Melalui pengertian dari bagian-bagian Tri Kaya Parisudha tersebut, dapat kita cermati keterkaitan ajaran tersebut dengan upaya preventif dalam mengendalikan penyebaran hoax.

Pikiran harus selalu bersih karena dari sanalah sumber dari segala perbuatan dan perkataan. Untuk menjaga agar pikiran kita selalu bersih dan suci, maka salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu senantiasa berdoa dan memusatkan pikiran kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Jikalau pikiran selalu terhubung dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, maka hati ini dibebaskan dari hawa nafsu yang sesat serta provokasi yang salah dari sesama manusia atau media. Selanjutnya adalah perkataan. Perkataan yang diucapkan haruslah lahir dari pemikiran (manacika) yang halus, sehingga perkataan itu tidak menyakiti dan menyinggung perasaan orang yang mendengarnya. Jika manacika dan wacika sudah dilaksanakan dengan baik, maka kayika akan lebih mudah untuk dikendalikan.

Sumber : nowbali.co.id
Lalu apa yang dapat kita sebagai generasi muda untuk ikut serta dalam upaya mengendalikan penyebaran hoax. Seperti yang kita tahu bahwa masa muda adalah masa yang berapi-api dan penuh semangat. Maka sebaiknya masa muda dimanfaatkan untuk melakukan berbagai kegiatan yang positif. Salah satu kegiatan positif tersebut adalah membaca. Semakin banyak buku yang kita baca, maka wawasan kita akan semakin luas. Banyak bahan bacaan yang dapat kita baca mulai dari ilmu eksak sampai ilmu yang berkaitan dengan keagaamaan, contoh saja Bhagawadgita. Bhagawadgita adalah kitab yang memuat percakapan antara Sri Krishna dan Arjuna menjelang perang di medan Kurusetra. Kitab ini memuat banyak sekali ajaran moral yang bisa dijadikan teladan oleh generasi muda di era digital ini.

Dalam Bhagawadgita dikisahkan bahwa Arjuna merasa ragu harus melawan Korawa yang tidak lain adalah sudara-saudaranya sendiri, paman, kakek, bahkan gurunya, Pendeta Durna. Dalam dialog singkat yang digambarkan pada Bhagawadgita, Kresna mampu menyadarkan Arjuna, bahwa apa yang dia akan dan harus lakukan sebenarnya bukan memusnahkan pribadi-pribadi Korawa, melainkan perilaku-perilakunya. Setelah sadar, Arjuna memotivasi dirinya bahwa dia harus membela kebenaran apa pun resikonya.

Dari penggalan kisah Arjuna di atas, sifat Arjuna yang dapat kita jadikan teladan yaitu berani membela kebenaran apapun resikonya. Keberanian tersebut dapat diterapkan juga oleh generasi muda dalam melawan hoax di era digital ini. Dengan keberanian dan dibarengi dengan pengetahuan serta wawasan yang luas, niscaya akan banyak Arjuna-arjuna zaman now atau Arjuna digital yang dapat membantu memberantas penyebaran berita hoax yang menyebar dalam masyarakat. Untuk generasi muda, jangalah ragu untuk membaca kitab-kitab keagamaan, karena dengan membaca kitab-kitab keagamaan banyak sekali hal-hal positif yang dapat kamu petik dari kisah-kisah di dalamnya. Dan kamu akan merasakan bahwa Hindu itu hebat dan Hindu itu Keren. Zaman sekarang, untuk membaca kitab-kitab keagamaan kamu tidak perlu lagi membeli buku yang sangat tebal. Namun, sekarang kamu bisa mengunduh aplikasi-aplikasi kitab-kitab keagamaan yang tersedia di google play store. Keren kan? Saya pribadi sebagai umat Hindu, sangat terbantu oleh aplikasi tersebut. Jadi, yuk sama-sama kita tingkatkan budaya literasi, untuk generasi cerdas dan mampu lawan hoax.

Sekian dari saya, semoga postingan dalam blog ini bermanfaat bagi para pembaca. Mohon maaf apabila ada kesalahan. Akhir kata saya ucapkan terima kasih kepada pembaca.

Om Shanti Shanti Shanti Om
The more you feed your mind with positive thoughts, the more you can attract great things into your life. — Roy T. Bennett, The Light in the Heart
(Semakin kamu memberi makan pikiranmu dengan pikiran-pikiran positif, semakin kamu dapat menarik hal-hal hebat ke dalam hidupmu)

Sumber referensi artikel
  • UNESCO, Understandings of literacy, http://www.unesco.org/education/GMR2006/full/chapt6_eng.pdf
  • Richard Kern (2000), Literacy and Language Teaching, Oxford University Press, Sep 14, 2000
  • Silviana Dharma, "7 Ciri Berita Hoax, Seperti Ini Lho". Okezone News. 2 Mei 2017. https://news.okezone.com/read/2017/05/02/337/1680830/7-ciri-berita-hoax-seperti-ini-lho [diakses tanggal 29 Mei 2018]
  • Babad Bali, "Tri Kaya Parisudha", http://www.babadbali.com/canangsari/pa-tri-kaya-parisuda.htm [diakses tanggal 29 Mei 2018]
  • CCSU News Release, "World’s Most Literate Nations Ranked". https://webcapp.ccsu.edu/?news=1767&data [diakses tanggal 29 Mei 2018]


No comments:

Powered by Blogger.